Sesungguhnya,
generasi sahabat dan tabi’in sudah memberikan contoh kepada kita tentang
kepercayaan diri yang sangat tinggi. Mereka begitu berani berhadapan dan
berargumentasi dengan siapa saja, sampai Kepala Negara sekalipun. Mereka yakin
dengan kebenaran yang dipegangnya, argumentasi yang dimilikinya serta kekuatan
yang diberikan Allah kepada setiap muslim seperti mereka. Contoh pertama adalah kisah yang terjadi pada zaman
pemerintahan Umar bin Khattab. Dikisahkan pada suatu ketika amirul Mukminin
Umar bin Khattab berlalu di sebuah jalan di kota Madinah. Disana terdapat
anak-anak yang sedang bermain, dan diantara mereka ada seorang anak yang
bernama Ibnu Zubair. Anak-anak itu lari karena takut kepada Umar, kecuali Ibnu Zubair yang tinggal diam
dan tidak ikut berlari bersama yang lain. Ketika Umar sampai kepada Ibnu
zubair, Umar bertanya kepadanya, “Mengapa
engkau tidak ikut berlari bersama mereka?”
Dengan
segera Ibnu Zubair menjawab, “aku tidak
bersalah, maka tidak perlu berlari darimu, dan jalanan ini tidak sempit, jadi
aku tidak perlu memperluaskannya untukmu.”
Sunggu
suatu jawaban yang keluar dari mulut seorang pemuda yang pe-de. Ia sama sekali tidak ragu apalagi minder untuk berhadapan dan berargumentasi dengan seorang Kepala
Negara seperti Umar bin Khattab yang terkenal sangat tegas dan ditakuti oleh
banyak orang.
Contoh
kedua terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dikisahkan bahwa pada
suatu ketika dia awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, banyak utusan yang
datang dari seluruh tanah air untuk mengucapkan selamat adanya sebagai
Khallifah baru. Diantara utusan orang-orang Hijaz, tampillah seorang pemuda
yang usianya belum lagi mencapai sebelas tahun untuk mewakili mereka untuk
berbicara. Umar berkata padanya, “Kembalilah
engkau dan suruhlah orang yang lebih tua dari kamu untuk berbicara.”
Mendengar
perkataan khalifah ini, pemuda tersebut berkata, “Semoga Allah menguatkan Amirul Mukminin. Seseorang itu tergantung pada
dua si kecil, yaitu hati dan lisannya. Jika Allah memberikan lisan yang mampu
berbicara dengan hati yang terpelihara kepada seorang hamba, maka hamba ini
berhak untuk berbicara. Dan jika yang dipersoalkan Amirul Mukminin adalah usia,
maka sudah barang tentu di dalam umat ini ada orang yang lebih berhak daripada
Engkau untuk memangku jabatan khalifah ini.”
Umar
terkejut dengan jawaban tersebut, sambil
terkagum-kagum terhadap kehebatan pemuda kecil ini, Ia lalu mengucapkan syair:
“Belajarlah. Karena sesungguhnya
sseorang itu tidak dilahirkan dalam keadaan pandai.
Dan tidak sama orang yang berilmu
dengan orang yang bodoh.
Sesungguhnya pemimpin umat itu,
apabila tidak mempunyai ilmu,
Maka ia adalah kecil, bila dia berada
di arena pertemuan-pertemuan.”
Contoh
ketiga terjadi pada masa Khalifah al Makmun. Dikisahkan bahwa seorang anak
kecil berbicara di hadapan beliau, dan jawaban yang diberikan oleh anak kecil
tersebut sungguh baik. Al Makmun bertanya kepadanya, “anak siapa engkau?”
Anak
kecil tersebut menjawab, “Aku putra adab
(sopan santun) Wahai Amirul Mukminin.”
Kemudian
al Makmun mengatakan, “sungguh merupaan
sebaik-baiknya keturunan.” Lalu al Makmun melantunkan syair:
“Jadilah engkau putra yang disukai
orang,
Peganglah sopan santun supaya dipuji
orang
Dan itu membuatmu tidak membutuhkan
keturunan,
Sesungguhya pemuda itu berkata, “Inilah Aku!”
Dan tidak berkata, “Itu Dia Ayahku!””
Pada
masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik, musim kemarau yang panjang melanda
dusun-dusun. Kemudian, datanglah orang Arab menghadap Hisyam, namun mereka
takut untuk berbicara. Diantara mereka ada seorang anak kecil bernama Wirdas
bin Habib. Hisyam melihat anak kecil itu kemudian berbicara, “Siapa yang ingin menghadapku, termasuk
anak-anak kecil, kupersilahkan masuk.”
Anak
kecil itu kemudian berkata, “Wahai Amirul Mukminin, kami telah tertimpa musibah
selama tiga tahun berturut-turut. Tahun pertama lemak-lemak mencair, tahun
kedua daging-daging habis dimakan, dan tahun ketiga tulang-tulang bersih dari
sumsumnya. Sedangkan Engkau mempunya kelebihan harta. Jika harta-harta itu
milik Allah, maka bagikanlah pada hamba-hamba-Nya. Jika harta itu milik mereka,
atas dasar apa engkau menahannya dari mereka? Jika harta itu milikmu, maka
serahkanlah kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah memberikan balasan bagi
orang-orang yang memberi sedekah dan tidak akan menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Hisyam
berkata, “Tidak ada alasan yang
ditinggalkan anak ini bagi kita dalam setiap tahun itu.” Kemudian Hisyam
memberikan bantuan kepada orang desa 100 dinr dan anak kecil itu menerima
seratus ribu dirham. Anak kecil itu menjawab, “Kembalikanlah bagianku itu kepada orang-orang Arab wahai Amirul
Mukminin, karena aku khawatir bagian itu tidak akan mencukupi bagian mereka.”
“Apakah engkau tidak membutuhkan?” tanya Hisyam.
Anak
kecil itu menjawab, “aku tidak mempunya
kebutuhan khusus selain kebutuhan untuk seluruh kaum muslimin.” Kemuadian anak kecil itu
keluar, dan ia menjadi orang yang paling terhormat diantara kaum itu.
Berdasarkan
kisah-kisah diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa generasi sahabat,
tabi’in dan generasi salaf merupakan generasi yang terdidik untuk percaya diri,
yakin dengan dirinya, jauh dari sifat minder,
penakut dan bergantung pada orang lain. Mereka biasa bersikap berani pada
kebenaran, biasa mengikuti orang tuanya menghadiri majelis-majelis umum,
berkunjung ke rumah teman-temannya, dan didorong untuk selalu berani berbicara.
Janganlah
minder dengan usia Anda yang masih
muda, karena sesungguhnya kekuatan itu diberikan oleh Allah SWT ketika kalian
masih dalam usia muda. Manfaatkanlah usia muda kalian dengan berkarya terbaik
untuk Islam dan kaum Muslimin. Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid radhiyallahu anhumenjadi komandan
pasukan perang ketika usianya belum genap delapan belas tahun. Uttab bin Usaid
dipercaya oleh Rasulullah menjaga kota Madinah yang ditinggal perang oleh kaum
muslimin ketika beliau masih berusia dua puluh lima tahun. Iyas bin Mu’awiyah
memimpin lebih dari empat ratus ulama dan beberapa tokoh penting lainnya untuk
menghadap Khalifah al Mahdi ketika usianya delapan belas tahun. Yahya bin
Aktsam diangkat menjadi hakim di Basrah ketika usianya belum genap dua puluh
lima tahun. Abdullah bin Ziyad ditunjuk oleh Khalifah Mu’awiyah sebagai
Gubernur di Khurasan ketika masih berumur dua puluh tiga tahun, sementara
Mu’adz menjadi Guberbur Yaman ketika usianya belum sampai tiga puluh tahun.
Maka apakah belum cukup hal ini memberikan keyakinan kepada diri Anda bahwa
rasa percaya diri yang tinggi disertai dengan ilmu yang mantap akan membawa
Anda ke puncak kesuksesan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar